PENULISAN
EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN DAN TANDA BACA
Disusun
untuk memenuhi mata kuliah Bahasa Indonesia
Dosen:
Istifadzah, M.Pdi
Disusun
oleh:
Denok
Muktiari
PROGRAM
STUDI
PENDIDIKAN
GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
STAI
DIPONEGORO
TULUNGAGUNG
2011
KATA
PENGANTAR
Alhamdulilah puji
syukur kami ucapkan atas terselesaikannya makalah ini. Karena hanya dengan
limpahan rahmat dan taufik-Nya makalah ini dapat terselesaikan, sehingga
makalah ini dapat kami jadikan panduan dalam belajar.
Shalawat
serta salam semoga tetap terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah
mengajarkan kepada umatnya tentang pentingnya pendidikan dalam kehidupan.
Makalah
ini dapat tersusun seperti sekarang atas bantuan dari beberapa pihak. Oleh
karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada:
- Ibu Istifadzah, M.Pdi selaku dosen Bahasa Indonesia STAI Diponegoro Tulungagung.
- Teman-teman dan semua pihak yang telah membantudalam menyusun makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
banyak kekurangan. Hal ini dikarenakan pengetahuan kami yang masih sedikit.
Oleh karena itu kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi
perbaikan penyusunan makalah-makalah berikutnya.
Tulungagung, 31 Desember 2011
Penyusun
ii
DAFTAR
ISI
Halaman Judul.............................................................................................................................i
Kata pengantar...........................................................................................................................ii
Daftar isi....................................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A.
Latar Belakang…………………………………………………………………..1
B.
Rumusan Masalah………………………………………………………………..3
C.
Tujuan…………………………………………………………………………....3
D.
Manfaat ………………………………………………………………………….3
BAB II. PEMBAHASAN
A.
Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan…………………………………..4
B.
Penggunaan Tanda Baca………………………………………………………..13
BAB III KESIMPULAN……………………………………………………………………..20
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sejak peraturan ejaan bahasa Melayu
dengan huruf Latin ditetapkan pada tahun 1901 berdasarkan rancangan Ch. A. van
Ophuysen dengan bantuan Engku Nawawi gelar Soetan Ma'moer dan Moehammad Taib
Soetan Ibrahim, penyempumaannya berkali-kali diusahakan. Pada tahun 1938,
selama Kongres Bahasa Indonesia yang pertama kali di Solo, misalnya disarankan
agar ejaan Indonesia lebih banyak diintemasionalkan.
Pada tahun 1947 Soewandi, Menteri
Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan pada masa itu, menetapkan dalam surat
keputusannya tanggal 19 Maret 1947, No. 264/Bhg. A bahwa perubahan ejaan bahasa
Indonesia dengan maksud membuat ejaan yang berlaku menjadi lebih sederhana.
Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan Ejaan Republik. Beberapa usul
yang diajukan oleh panitia menteri itu belum dapat diterima karena masih harus
ditinjau lebih jauh lagi. Namun, sebagai langkah utama dalam usaha
penyederhanaan dan penyelarasan ejaan dengan perkembagan bahasa, keputusan
Soewandi pada masa pergolakan revolusi itu mendapat sambutan balik.
Kongres Bahasa Indonesia Kedua, yang
diprakarsai Menteri Moehammad Yamin, diselenggarakan di Medan pada tahun 1954.
Masalah ejaan timbul lagi sebagai salah satu mata pertemuan itu. Kongres itu
mengambil keputusan supaya ada badan yang menyusun peraturan ejaan yang praktis
bagi bahasa Indonesia. Panitia yang dimaksud (Priyono-Katoppo, Ketua) yang
dibentuk oleh Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat
keputusannya tanggal 19 Juli 1956, No. 44876/S, berhasil merumuskan
patokan-patokan baru pada tahun 1957 setelah bekerja selama setahun. Tindak
lanjut perjanjian persahabatan antara Republik Indonesia dan Persekutuan Tanah
Melayu pada tahun 1959, antara lain berupa usaha mempersamakan ejaan bahasa
kedua Negara ini. Maka pada akhir tahun 1959 sidang perutusan Indonesia dan
Melayu (Slametmuljana-Syed Nasir bin Ismail, Ketua) menghasilkan konsep ejaan
bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Me/indo (Melayu-Indonesia).
Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya megurungkan peresmiannya.
Sesuai dengan laju pengembangan nasional, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan yang
pada tahun 1968 menjadi Lembaga Bahasa Nasional, dan akhirnya pada tahun 1975
menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, menyusun program pembakuan
bahasa Indonesia secara menyeluruh. Di dalam hubungan ini, panitia Ejaan Bahasa
Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (A.M. Moeliono, ketua) yang
disahkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Sarino Mangunpranoto, sejak
tahun 1966 dalam surat keputusannya tanggal 19 September 1967, No. 062/1967,
menyusun konsep yang merangkum segala usaha penyempurnaan yang terdahulu.
Konsep itu ditanggapi dan dikaji oleh kalangan luas di seluruh tanah air selama
beberapa tahun.
Atas permintaan ketua Gabungan V
Komando Operasi Tertinggi (KOTI), rancangan peraturan ejaan tersebut dipakai
sebagai bahan oleh tim Ahli Bahasa KOTI yang dibentuk oleh ketua Gabungan V
KOTI dengan surat Keputusannya tanggal 21 Febmad 1967, No. 011/G-5/II/ 1967
(S.W. Rujianti Mulyadi, Ketua) dalam pembicaraan mengenai ejaan dengan pihak
Malaysia di Jakarta pada tahun 1966 dan di Kuala Lumpur pada tahun 1967.
Dalam Komite Bersama yang
dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri, dan
Menteri Pelajaran Malaysia, Hussen Onn, pada tahun 1972 rancangan tersebut
disetujui untuk dijadikan bahan dalam usaha bersama di dalam pengembangan
bahasa nasional kedua negara.
Setelah rancangan itu akhirnya
dilengkapi di dalam Seminar Bahasa Indonesia di Puncak pada tahu 1972, dan
diperkenalkan secara luas oleh sebuah panitia antar departemen (Ida Bagus
Mantra, Ketua dan Lukman Ali, Ketua Kelompok Teknis Bahasa) yang ditetapkan
dengan surat keputusan Menteri pendidikan dan Kebudayaan tanggal 20 Mei 1972,
No. 03/A.I/72, maka pada hari Proklamasi Kemerdekaan tahun itu juga
diresmikanlah aturan ejaan yang baru itu berdasarkan keputusan Presiden No. 57,
tahun 1972, dengan nama Ejaan yang Disempurnakan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan menyebar buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu
dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat
keputusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua),
menyusun buku Pedoman Umum ini yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih
luas.
Penyusunan Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan ini telah dimungkinkan oleh tersedianya biaya
Pelita II yang disalurkan melalui Proyek Pengembangan Bahasa dan Sastra
Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (S.W. Rujiati
Mulyadi, Ketua)
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
tersusunlah rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa saja
yang termasuk dalam Ejaan Yang Disempurnakan?
2. Apa saja
yang termasuk dalam Pemakaian Tanda Baca?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas,
maka tujuan makalah sebagai berikut:
1. Mengetahui
apa saja yang termasuk dalam Ejaan Yang Disempurnakan
2. Mengetahui
apa saja yang termasuk dalam Pemakain Tanda Baca
D.
Manfaat
Manfaat penyusunan makalah:
1. Menambah
wawasan, pengetahuan dan informasi pengenai Ejaan Yang Disempurnakan dan
Pemakaian Tanda Baca.
2. Sebagai
referensi agar dapat digunakan sebagai bahan kepustakaan sehingga bermanfaat
bagi orang lain, khususnya mahasiswa STAI Diponegoro Tulungagung.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pedoman
Umum Ejaan Yang Disempurnakan
1.
Pemakaian
huruf
a. Huruf
abjad
1).
Huruf vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a,
e, i, o, dan u.
2). Huruf konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas
huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j,
k, l, m, n, p, q, r, s,
t, v, w, x, y, dan z.
b.
Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai,
au, dan oi.
c.
Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan
konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy.
d.
Pemenggalan Kata
1.
pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai
berikut:
a)
Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan,
pemenggalan kata itu dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
Misalnya:
ma-in, sa-at, bu-ah
b)
Jika di tengah kata ada huruf konsonan Jika di tengah kata ada huruf konsonan,
termasuk gabungan huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan
dilakukan sebelum huruf konsonan.
Misal: ba-pak, ba-rang, su-lit,
la-wan, de-ngan, ke-nyang, mu-ta-khir.
c)
Jika di tengah kata ada dua
huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf
konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
Misal: man-di, som-bong, swas-ta, cap-lok, Ap-ril, bang-sa, makh-luk
d)
Jika di tengah kata ada
tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara huruf
konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||
Misalnya: in-strumen, ul-tra,
in-fra, bang-krut, ben-trik, ikh-las
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
b.
Angka digunakan untuk
menyatakan: (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi (ii) satuan waktu (iii)
nilai uang, dan (iv) kuantitas.
c.
Angka lazim dipakai untuk
melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat.
d.
Angka digunakan juga untuk
menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
e.
Penulisan lambang bilangan
yang dengan huruf dilakukan sebagai berikut:
1)
Bilangan utuh
2)
Bilangan pecahan
f.
Penulisan lambang bilangan tingkat
dapat dilakukan dengan cara yang berikut.
Misal:
Paku Buwono X
Lihat BAB II pasal 5
Pada abad XX
g.
Penulisan lambang bilangan
yang mendapat akhiran -an mengikuti.
Misal: tahun '50-an
uang 5000-an
h.
Lambang bilangan yang dapat
dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa
lambang bilangan dipakai secara berurutan, sperti dalam perincian dan
pemaparan.
Misal: Amir menonton drama itu sampai tiga kali.
Ayah memesan
tiga ratus ekor ayam.
Di antara 72
anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5
orang memberikan suara blangko.
i.
Lambang bilangan pada awal
kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga
bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat
pada awal kalimat.
Misal: Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu.
Pak Darmo
mengundang 250 orang tamu.
j.
Angka yang menunjukkan
bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca.
misal: Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah.
Penduduk
Indonesia berjumlah lebih dari 120 juta orang.
k.
Bilangan tidak perlu ditulis
dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi
seperti akta dan kuitansi.
Misal: Kantor kami mempunya dua puluh orang pegawai.
Di lemari
itu tersimpan 805 buku dan majalah.
l.
Jika bilangan dilambangkan
dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
Misal: Saya lampirkan tanda terima uang
sebesar Rp999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh
lima perseratus rupiah).
Saya
lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75 (sembilan ratus sembilan puluh
sembilan dan tujuh puluh lima perseratus) rupiah.
B.
Penggunaan Tanda Baca
1. Tanda
titik (.)
a.
Tanda titik dipakai pada
akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misal: Ayahku
tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia
menanyakan siapa yang akan datang.
- Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misal: 1) Departemen Dalam Negeri:
A.
Direktorat Jendral
Pembangunan Masyarakat Desa
B.
Direktorat Jendral Agraria
2)
Patokan Umum
3.1 Isi Karangan
3.2 Ilustrasi
- Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
Misal: pukul
1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
- Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.
Misal: 1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30am (20 menit, 30 detik)
e.
Tanda titik dipakai di
antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan
tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Misal: Siregar, Merari. 1920. Azab dan
Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
- 1) Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misal: Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
2) Tanda titik tidak dipakai
untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan
jumlah.
Misal: Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
- Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misal: Acara Kunjungan Adam Malik
Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD'45)
Salah Asuhan
- Tanda titik tidak dipakai di belakang.
1)
Alamat pengirim dan tanggal
surat atau
2)
nama dan alamat penerima
surat.
Misal: Jalan Diponegoro 82
Jakarta (tanpa titik)
1 April 1985 (tanpa titik)
Yth. Sdr. Moh. Hasan (tanpa titik)
2.Tanda Koma (,)
a.
Tanda koma dipakai di antara
unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misal: Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
b.
Tanda koma dipakai untuk
memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang
didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
c.
Tanda koma dipakai untuk
memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului
induk kalimatnya.
d.
Tanda koma dipakai di
belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal
kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula,
meskipun begitu, akan tetapi.
e.
Tanda koma dipakai untuk
memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan
dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
f.
Tanda koma dipakai untuk
memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
g.
Tanda koma dipakai di antara
1)
Nama dan alamat,
2)
Bagian-bagian alamat,
3)
Tempat dan tanggal,
4)
Nama tempat dan wilayah atau
negeri yang ditulis berurutan.
Misal: Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran,
Universitas Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta.
h.
Tanda koma dipakai untuk
menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
- Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
- Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
- Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
- Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
Misal: Guru saya,
Pak Ahmad, pandai sekali.
Di daerah kami, misalnya, masih
banyak orang laki-laki yang makan sirih.
- Tanda koma dapat dipakai—untuk menghindari salah baca—di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Misal: Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang
bersungguh-sungguh.
Atas bantuan Agus, Karyadi
mengucapkan terima kasih.
- Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
3.
Tanda Titik
Koma (;)
a.
Tanda titik koma dapat
dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
b.
Tanda titik koma dapat
dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara
di dalam kalimat majemuk.
4.
Tanda titik
2 (:)
a.1 Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir
suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian.
Misal: Kita sekarang memerlukan perabotan rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
Hanya ada dua pilihan bagi pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati.
a.2 Tanda titik dua tidak dipakai jika
rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Misal: Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu
mempunyai Jurusan Ekonomi Umum dan Jurusan Ekonomi Perusahaan.
b.Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan
pemerian.
Misal:
Ketua
Sekretaris Bendahara |
:
: : |
Ahmad
Wijaya
S. Handayani B. Hartawan |
c.
Tanda titik dua dapat
dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misal:
Ibu
|
:
|
(meletakkan
beberapa kopor) "Bawa kopor ini, Mir!"
|
Amir
|
:
|
"Baik,
Bu." (mengangkat kopor dan masuk)
|
Ibu
|
:
|
"Jangan
lupa. Letakkan baik-baik!" (duduk di kursi besar)
|
d.
Tanda titik dua dipakai
a.
di antara jilid atau nomor
dan halaman,
b.
di antara bab dan ayat dalam
kitab suci,
c.
di antara judul dan anak
judul suatu karangan, serta
d.
nama kota dan penerbit buku
acuan dalam karangan.
5.
Tanda Penghubung (-)
a.
Tanda hubung menyambung
suku-suku kata dasar yang terpisah oleh penggantian baris.
b.
Tanda hubung menyambung
awalan dengan bagian kata dibelakangnya atau akhiran dengan bagian kata di
depannya pada pergantian baris.
c.
Tanda hubung menyambung
unsur-unsur kata ulang.
d.
Tanda hubung menyambung
huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
e.
Tanda hubung menyambung
huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
f.
Tanda hubung dipakai untuk
merangkaikan
1)
se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital,
2)
ke- dengan angka,
3)
angka dengan -an,
4)
singkatan berhuruf kapital
dengan imbuhan atau kata, dan
5)
nama jabatan rangkap
misal: se-Indonesia, se-Jawa Barat, hadiah ke-2, tahun 50-an, mem-PHK-kan, hari-H,
sinar-X, Menteri-Sekretaris Negara
6)
Tanda hubung dipakai untuk
merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.
6.
Tanda Elipsis (...)
a.
Tanda elipsis dipakai dalam
kalimat yang terputus-putus.
Misal: Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak.
b.
Tanda elipsis menunjukkan
bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Misal: Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
7.
Tanda Tanya (?)
a.
Tanda tanya dipakai pada
akhir tanya.
b.
Tanda tanya dipakai di dalam
tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang
dapat dibuktikan kebenarannya.
Misal: Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
8.
Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan
atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa
emosi yang kuat.
Misal: Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan
kamar itu sekarang juga!
9.
Tanda Kurung ((...))
a.
Tanda kurung mengapit keterangan
atau penjelasan.
Misal:
Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor
itu.
b. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian
integral pokok pembicaraan.
Misal: Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat yang terkenal
di Bali) ditulis pada tahun 1962.
c.
Tanda kurung mengapit huruf
atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
Misal: Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.
10.
Tanda Petik ("...")
- Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain.
- Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
- Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
- Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
- Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.
Misal: "Saya belum siap," kata
Mira, "tunggu sebentar!"
Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, "Bahasa negara ialah
Bahasa Indonesia."
11.
Tanda Petik Tunggal ('...')
1)
Tanda petik tunggal mengapit
petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misal: Tanya Basri,
"Kau dengar bunyi 'kring-kring' tadi?"
"Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak
anakku, 'Ibu, Bapak pulang', dan rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak
Hamdan.
2)
Tanda petik tunggal mengapit
makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
Misal: feed-back 'balikan'
12. Tanda Garis
Miring (/)
a.
Tanda garis miring dipakai
di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang
terbagi dalam dua tahun takwim.
Misal: No. 7/PK/1973
Jalan Kramat
III/10
b.
Tanda garis miring dipakai
sebagai pengganti kata atau, tiap.
Misal: dikirim lewat darat/laut
Harganya Rp
100,00/lembar
13.
Tanda Penyingkat (Apostrof) (')
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka
tahun.
Misal: Ali 'kan kusurati.
(‘kan = akan )
Malam 'lah tiba ( ‘lah = telah )
1 Januari '88 ( ’88 = 1988 )
KESIMPULAN
A.
Pedoman umum ejaan yang disempurnakan, meliputi:
1.
Pemakaian huruf
a.
Huruf abjad
b.
Huruf vokal
c.
Huruf konsonan
d.
Huruf diftong
e.
Gabungan huruf konsonan
f.
Pemenggalan kata
2.
Pemakaian huruf kapital dan huruf miring
a.
Huruf kapital atau huruf besar
b.
Huruf miring
3.
Penulisan Kata
a.
Kata Dasar
b.
Kata Turunan
c.
Kata Ulang
d.
Gabungan Kata
e.
Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya
f.
Kata Depan di, ke, dan dari
g.
Kata si dan sang
h.
Partikel
i.
Singkatan dan Akronim
j.
Angka dan Lambang Bilangan
B.
Pemakaian Tanda Baca
a.
Tanda Titik
b.
Tanda Koma
c.
Tanda Titik Koma
d.
Tanda Titik Dua
e.
Tanda Hubung
f.
Tanda Elips
g.
Tanda Tanya
h.
Tanda Seru
i.
Tanda Kurung
j.
Tanda Petik
k.
Tanda Petik Tunggal
l.
Tanda Garis Miring
m.
Tanda Penyingkat (Apostrof)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar