Rabu, 14 Mei 2014

PENULISAN EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN DAN TANDA BACA



PENULISAN EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN DAN TANDA BACA

Disusun untuk memenuhi mata kuliah Bahasa Indonesia
Dosen: Istifadzah, M.Pdi
Disusun oleh:
Denok Muktiari

PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
STAI DIPONEGORO
TULUNGAGUNG
2011
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah puji syukur kami ucapkan atas terselesaikannya makalah ini. Karena hanya dengan limpahan rahmat dan taufik-Nya makalah ini dapat terselesaikan, sehingga makalah ini dapat kami jadikan panduan dalam belajar.
            Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah mengajarkan kepada umatnya tentang pentingnya pendidikan dalam kehidupan.
            Makalah ini dapat tersusun seperti sekarang atas bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada:
  1. Ibu Istifadzah, M.Pdi selaku dosen Bahasa Indonesia STAI Diponegoro Tulungagung.
  2. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantudalam menyusun makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Hal ini dikarenakan pengetahuan kami yang masih sedikit. Oleh karena itu kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan penyusunan makalah-makalah berikutnya.


Tulungagung, 31 Desember 2011


Penyusun                    








ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.............................................................................................................................i
Kata pengantar...........................................................................................................................ii
Daftar isi....................................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A.    Latar Belakang…………………………………………………………………..1
B.     Rumusan Masalah………………………………………………………………..3
C.     Tujuan…………………………………………………………………………....3
D.    Manfaat ………………………………………………………………………….3
BAB II. PEMBAHASAN
A.    Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan…………………………………..4
B.     Penggunaan Tanda Baca………………………………………………………..13
BAB III KESIMPULAN……………………………………………………………………..20
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Sejak peraturan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin ditetapkan pada tahun 1901 berdasarkan rancangan Ch. A. van Ophuysen dengan bantuan Engku Nawawi gelar Soetan Ma'moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim, penyempumaannya berkali-kali diusahakan. Pada tahun 1938, selama Kongres Bahasa Indonesia yang pertama kali di Solo, misalnya disarankan agar ejaan Indonesia lebih banyak diintemasionalkan.
Pada tahun 1947 Soewandi, Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan pada masa itu, menetapkan dalam surat keputusannya tanggal 19 Maret 1947, No. 264/Bhg. A bahwa perubahan ejaan bahasa Indonesia dengan maksud membuat ejaan yang berlaku menjadi lebih sederhana. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan Ejaan Republik. Beberapa usul yang diajukan oleh panitia menteri itu belum dapat diterima karena masih harus ditinjau lebih jauh lagi. Namun, sebagai langkah utama dalam usaha penyederhanaan dan penyelarasan ejaan dengan perkembagan bahasa, keputusan Soewandi pada masa pergolakan revolusi itu mendapat sambutan balik.
Kongres Bahasa Indonesia Kedua, yang diprakarsai Menteri Moehammad Yamin, diselenggarakan di Medan pada tahun 1954. Masalah ejaan timbul lagi sebagai salah satu mata pertemuan itu. Kongres itu mengambil keputusan supaya ada badan yang menyusun peraturan ejaan yang praktis bagi bahasa Indonesia. Panitia yang dimaksud (Priyono-Katoppo, Ketua) yang dibentuk oleh Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 19 Juli 1956, No. 44876/S, berhasil merumuskan patokan-patokan baru pada tahun 1957 setelah bekerja selama setahun. Tindak lanjut perjanjian persahabatan antara Republik Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1959, antara lain berupa usaha mempersamakan ejaan bahasa kedua Negara ini. Maka pada akhir tahun 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slametmuljana-Syed Nasir bin Ismail, Ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Me/indo (Melayu-Indonesia). Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya megurungkan peresmiannya. Sesuai dengan laju pengembangan nasional, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan yang pada tahun 1968 menjadi Lembaga Bahasa Nasional, dan akhirnya pada tahun 1975 menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, menyusun program pembakuan bahasa Indonesia secara menyeluruh. Di dalam hubungan ini, panitia Ejaan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (A.M. Moeliono, ketua) yang disahkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Sarino Mangunpranoto, sejak tahun 1966 dalam surat keputusannya tanggal 19 September 1967, No. 062/1967, menyusun konsep yang merangkum segala usaha penyempurnaan yang terdahulu. Konsep itu ditanggapi dan dikaji oleh kalangan luas di seluruh tanah air selama beberapa tahun.
Atas permintaan ketua Gabungan V Komando Operasi Tertinggi (KOTI), rancangan peraturan ejaan tersebut dipakai sebagai bahan oleh tim Ahli Bahasa KOTI yang dibentuk oleh ketua Gabungan V KOTI dengan surat Keputusannya tanggal 21 Febmad 1967, No. 011/G-5/II/ 1967 (S.W. Rujianti Mulyadi, Ketua) dalam pembicaraan mengenai ejaan dengan pihak Malaysia di Jakarta pada tahun 1966 dan di Kuala Lumpur pada tahun 1967.
Dalam Komite Bersama yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri, dan Menteri Pelajaran Malaysia, Hussen Onn, pada tahun 1972 rancangan tersebut disetujui untuk dijadikan bahan dalam usaha bersama di dalam pengembangan bahasa nasional kedua negara.
Setelah rancangan itu akhirnya dilengkapi di dalam Seminar Bahasa Indonesia di Puncak pada tahu 1972, dan diperkenalkan secara luas oleh sebuah panitia antar departemen (Ida Bagus Mantra, Ketua dan Lukman Ali, Ketua Kelompok Teknis Bahasa) yang ditetapkan dengan surat keputusan Menteri pendidikan dan Kebudayaan tanggal 20 Mei 1972, No. 03/A.I/72, maka pada hari Proklamasi Kemerdekaan tahun itu juga diresmikanlah aturan ejaan yang baru itu berdasarkan keputusan Presiden No. 57, tahun 1972, dengan nama Ejaan yang Disempurnakan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebar buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum ini yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas.
Penyusunan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan ini telah dimungkinkan oleh tersedianya biaya Pelita II yang disalurkan melalui Proyek Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (S.W. Rujiati Mulyadi, Ketua)
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, tersusunlah rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa saja yang termasuk dalam Ejaan Yang Disempurnakan?
2.      Apa saja yang termasuk dalam Pemakaian Tanda Baca?
C.      Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan makalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui apa saja yang termasuk dalam Ejaan Yang Disempurnakan
2.      Mengetahui apa saja yang termasuk dalam Pemakain Tanda Baca
D.      Manfaat
Manfaat penyusunan makalah:
1.      Menambah wawasan, pengetahuan dan informasi pengenai Ejaan Yang Disempurnakan dan Pemakaian Tanda Baca.
2.      Sebagai referensi agar dapat digunakan sebagai bahan kepustakaan sehingga bermanfaat bagi orang lain, khususnya mahasiswa STAI Diponegoro Tulungagung.




BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan
1.      Pemakaian huruf
a.       Huruf abjad
1). Huruf vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u.
2). Huruf konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
b.      Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
c.       Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy.
d.      Pemenggalan Kata
1.    pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut:
a)   Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan kata itu dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah
b)   Jika di tengah kata ada huruf konsonan Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.
 Misal: ba-pak, ba-rang, su-lit, la-wan, de-ngan, ke-nyang, mu-ta-khir.
c)   Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
Misal: man-di, som-bong, swas-ta, cap-lok, Ap-ril, bang-sa, makh-luk
d)  Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
Misalnya: in-strumen, ul-tra, in-fra, bang-krut, ben-trik, ikh-las
2.        Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.
Misalnya: makan-an, me-rasa-kan, mem-bantu, pergi-lah
3.        Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalan kata dapat dilakukan

2.         Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
a.       Pemakaian Huruf Kapital
1)        Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
2)        Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
3)        Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
4)        Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
5)        Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
6)        Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
7)        Huruf kapital sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa.
8)        Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
9)        Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
10)    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan.
11)    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
12)    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
13)    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
14)    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
15)    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.

b.      Pemakaian Huruf Miring
1)      Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menulis nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
2)      Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
3)      Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.

3.         Pemenggalan Kata
1.      Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan
Misal: Ibu percaya bahwa engkau tahu
Kantor pajak penuh sesak
Buku itu sangat tebal

2.      Kata Turunan
Yang termasuk dalam kata turunan:
a.       Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Misal: 1) bergetar
2) dikelola
3) penetapan
4) menengok
5) mempermainkan
b.      Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
misal: 1) bertepuk tangan
2) garis bawahi
3) sebar luaskan
c.  Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
misal: 1) menggarisbawahi
2) menyebarluaskan
3) dilipatgandakan
d.  Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misal: 1) adipati
2) mancanegara
3) narapidana
3.      Kata Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung
Misal: anak-anak, hujan-hujan, kuda-kuda, kupu-kupu, mondar-mandir, jalan-jalan,dsb.
4.      Gabungan Kata
Macam gabungan kata:
a.         Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah.
Misal: duta besar, kambing hitam, kereta api cepat luar biasa, mata pelajaran, meja tulis, model linear, orang tua, persegi panjang, rumah sakit umum, simpang empat.
b.        Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan.
Misal: alat pandang-dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan, ibu-bapak kami, watt-jam, orang-tua muda
c.         Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
Misal: acapkali, adakalanya, akhirulkalam, alhamdulillah, astagfirullah, bagaimana, barangkali, bilamana, bismillah, beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada, darmabakti, darmasiswa, dukacita, halalbihalal, hulubalang, kacamata, kasatmata, kepada, keratabasa, kilometer, manakala, manasuka, mangkubumi, matahari, olahraga, padahal, paramasastra, peribahasa, puspawarna, radioaktif, sastramarga, saputangan, saripati, sebagaimana, sediakala, segitiga, sekalipun, silaturahmi, sukacita, sukarela, sukaria, syahbandar, titimangsa, wasalam.
5.      Kata Ganti ku, kau, mu dan nya
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misal: Apa yang kumiliki boleh kauambil.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan
6.      Kata Depan di, ke dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.
Misalnya:
Kain itu terletak di dalam lemari.
Bermalam sajalah di sini.
Di mana Siti sekarang?
Mereka ada di rumah.
Ia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan.
7.      Kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misal: Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.
Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.
8.      Partikel
Macam partikel:
a.       Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misal: Bacalah buku itu baik-baik.
Jakarta adalah ibu kota Republik Indonesia.
Apakah yang tersirat dalam surat itu?
Siapakah gerangan dia?
b.      Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Misal: Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.
Hendak pulang pun sudah tak ada kendaraan.
Jangan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku.
Jika ayah pergi, adik pun ingin pergi.
c.       Partikel per yang berarti 'mulai', 'demi', dan 'tiap' ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
Misal: Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April.
Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu.
Harga kain itu Rp2.000 per helai.
9.      Singkatan dan Akronim
a.       Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
1)      Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda titik.
Misal: Muh. Yamin

M.B.A. : master of business administration
M.Sc.   : master of science
S.E.      : sarjana ekonomi
S.Kar.   : sarjana karawitan
S.K.M.  : sarjana kesehatan masyarakat
2) Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misal: DPR   Dewan Perwakilan Rakyat
PGRI  Persatuan Guru Republik Indonesia

3)      Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.
Misal: dll.   dan lain-lain
dsb.  dan sebagainya
dst.   dan seterusnya
4)      Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
Misal: Cu    kuprum
TNT   trinitrotoluen
Kva     kilovolt-ampere
Kg      kilogram
b.      Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
Macam akronim:
1)      Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.
Misal:
ABRI
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
LAN
Lembaga Administrasi Negara
PASI
Persatuan Atletik Seluruh Indonesia




2)      Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
Misal: Akabri  Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Bappenas   Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
3)      Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Misal:
pemilu
pemilihan umum
radar
radio detecting and ranging
rapim
rapat pimpinan
rudal
peluru kendali



10.  Angka dan Lambang Bilangan
a.       Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Misal:
Angka Arab
 :
Ù ,Ù¡,Ù¢,Ù£,Ù¤,Ù¥,Ù¦,Ù§,Ù¨,Ù©
Angka Romawi
 :
I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X

b.      Angka digunakan untuk menyatakan: (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi (ii) satuan waktu (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
c.       Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat.
d.      Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
e.       Penulisan lambang bilangan yang dengan huruf dilakukan sebagai berikut:
1)      Bilangan utuh
2)      Bilangan pecahan
f.       Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara yang berikut.
Misal:
Paku Buwono X
Lihat BAB II pasal 5
Pada abad XX
g.      Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti.
Misal: tahun '50-an
uang 5000-an
h.      Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, sperti dalam perincian dan pemaparan.
Misal: Amir menonton drama itu sampai tiga kali.
Ayah memesan tiga ratus ekor ayam.
Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5 orang memberikan suara blangko.
i.        Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
Misal: Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu.
Pak Darmo mengundang 250 orang tamu.
j.        Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca.
misal: Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah.
Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 120 juta orang.
k.      Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
Misal: Kantor kami mempunya dua puluh orang pegawai.
Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
l.        Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
Misal: Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus rupiah).
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus) rupiah.




B. Penggunaan Tanda Baca
1. Tanda titik (.)
a.         Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misal: Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
  1. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misal: 1) Departemen Dalam Negeri:
A.    Direktorat Jendral Pembangunan Masyarakat Desa
B.     Direktorat Jendral Agraria
2)      Patokan Umum
3.1  Isi Karangan
3.2  Ilustrasi
  1. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
Misal: pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
  1. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.
Misal: 1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30am (20 menit, 30 detik)
e.      Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Misal: Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
  1. 1) Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misal: Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
2) Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Misal: Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
  1. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misal: Acara Kunjungan Adam Malik
Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD'45)
Salah Asuhan
  1. Tanda titik tidak dipakai di belakang.
1)      Alamat pengirim dan tanggal surat atau
2)      nama dan alamat penerima surat.
Misal: Jalan Diponegoro 82
Jakarta (tanpa titik)
1 April 1985 (tanpa titik)
Yth. Sdr. Moh. Hasan (tanpa titik)

2.Tanda Koma (,)
a.         Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misal: Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
b.        Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
c.         Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
d.        Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi.
e.         Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
f.         Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
g.        Tanda koma dipakai di antara
1)         Nama dan alamat,
2)         Bagian-bagian alamat,
3)         Tempat dan tanggal,
4)         Nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misal: Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta.
h.        Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
  1. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
  2. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
  3. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
  4. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
Misal: Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki yang makan sirih.
  1. Tanda koma dapat dipakai—untuk menghindari salah baca—di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Misal: Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh.
Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih.
  1. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
3.        Tanda Titik Koma (;)
a.    Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
b.    Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.
4.        Tanda titik 2 (:)
a.1 Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian.
Misal: Kita sekarang memerlukan perabotan rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
Hanya ada dua pilihan bagi pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati.
a.2 Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Misal: Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai Jurusan Ekonomi Umum dan Jurusan Ekonomi Perusahaan.
b.Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misal:

Ketua
Sekretaris
Bendahara
:
:
:
Ahmad Wijaya
S. Handayani
B. Hartawan
c.              Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misal:
Ibu
:
(meletakkan beberapa kopor) "Bawa kopor ini, Mir!"
Amir
:
"Baik, Bu." (mengangkat kopor dan masuk)
Ibu
:
"Jangan lupa. Letakkan baik-baik!" (duduk di kursi besar)
d.        Tanda titik dua dipakai
a.    di antara jilid atau nomor dan halaman,
b.    di antara bab dan ayat dalam kitab suci,
c.    di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta
d.   nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
5.    Tanda Penghubung (-)
a.         Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh penggantian baris.
b.        Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata dibelakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris.
c.         Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
d.        Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
e.         Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
f.                                                          Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan
1)        se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital,
2)        ke- dengan angka,
3)        angka dengan -an,
4)        singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan
5)        nama jabatan rangkap
misal: se-Indonesia, se-Jawa Barat, hadiah ke-2, tahun 50-an, mem-PHK-kan, hari-H, sinar-X, Menteri-Sekretaris Negara
6)        Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.
6.        Tanda Elipsis (...)
a.      Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
Misal: Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak.
b.     Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Misal: Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
7.        Tanda Tanya (?)
a.       Tanda tanya dipakai pada akhir tanya.
b.      Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misal: Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
8.        Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
Misal: Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan kamar itu sekarang  juga!
9.        Tanda Kurung ((...))
a.       Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan.
Misal: Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor itu.
b.      Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Misal: Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
c.       Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
Misal: Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.
10.              Tanda Petik ("...")
  1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain.
  2. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
  3. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
  4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
  5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.
Misal: "Saya belum siap," kata Mira, "tunggu sebentar!"
Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, "Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia."
11.              Tanda Petik Tunggal ('...')
1)   Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misal: Tanya Basri, "Kau dengar bunyi 'kring-kring' tadi?"
"Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu, Bapak pulang', dan rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak Hamdan.
2)   Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
Misal: feed-back 'balikan'
12.   Tanda Garis Miring (/)
a.       Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Misal: No. 7/PK/1973
Jalan Kramat III/10
b.        Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
Misal: dikirim lewat darat/laut
Harganya Rp 100,00/lembar
13.         Tanda Penyingkat (Apostrof) (')
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Misal: Ali 'kan kusurati.  (‘kan = akan )
Malam 'lah tiba   ( ‘lah = telah )
1 Januari '88   ( ’88 = 1988 )




KESIMPULAN

A.      Pedoman umum ejaan yang disempurnakan, meliputi:
1.                                                                                                                                  Pemakaian huruf
a.       Huruf abjad
b.      Huruf vokal
c.       Huruf konsonan
d.      Huruf diftong
e.       Gabungan huruf konsonan
f.       Pemenggalan kata
2.                            Pemakaian huruf kapital dan huruf miring
a.         Huruf kapital atau huruf besar
b.         Huruf miring
3.                                                                                                                                  Penulisan Kata
a.       Kata Dasar
b.      Kata Turunan
c.       Kata Ulang
d.      Gabungan Kata
e.       Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya
f.       Kata Depan di, ke, dan dari
g.      Kata si dan sang
h.      Partikel
i.        Singkatan dan Akronim
j.        Angka dan Lambang Bilangan
B.     Pemakaian Tanda Baca
a.       Tanda Titik
b.      Tanda Koma
c.       Tanda Titik Koma
d.      Tanda Titik Dua
e.       Tanda Hubung
f.       Tanda Elips
g.      Tanda Tanya
h.      Tanda Seru
i.        Tanda Kurung
j.        Tanda Petik
k.      Tanda Petik Tunggal
l.        Tanda Garis Miring
m.    Tanda Penyingkat (Apostrof)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar