MENGIDOLAKAN ARTIS
Disusun sebagai tugas untuk memenuhi mata kuliah Al
Hadits
Dosen : Muhammad Syafi’, M. Pdi
Disusun
oleh:
1.
Denok
Muktiari
2.
Fiqih
Zulfikri
3.
Nining
Sustiani
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH
IBTIDAIYAH
STAI DIPONEGORO
TULUNGAGUNG
2012
DAFTAR ISI
JUDUL…………………………………………………………………………………...i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………..ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….....iii
BAB I PENDAHULUAAN
A.
Latar
Belakang………………………………………………………………1
B.
Rumusan
Masalah…………………………………………………………...1
C.
Tujuan
Makalah……………………………………………………………..1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Hadits
1 dan Penjelasan…………………………………………………….2
B.
Hadits
2 dan Penjelasan…………………………………………………….4
C.
Hadits
3 dan Penjelasan…………………………………………………….5
D.
Memilih
Idola Yang Menjadi Teladan……………………………………..5
BAB III PENUTUP…………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Keinginan
memiliki idola atau orang yang dikagumi dan diteladani sudah menjadi fitrah
setiap manusia. Idola bermakna seseorang yang yang menjadi pujaan hati, menjadi
panutan dalam keseharian, baik dalam hal kebiasaannya, gaya bicara, model
pakaian, hingga model rambutnya.
Saat ini
terjadi fenomena yang sangat memprihatinkan. Sebagian umat Islam terjebak pada
kekeliruan dalam memilih idolaatau panutan hidup. Ukuran untuk menilai pantas
atau tidaknya seseorang untuk dijadikan panutan bukan lagi akidah dan
moralitas, tetapi keistimewaan lahiriyah dan popularitas yang dimilikinya.
Sehingga tak mengherankan bila saat ini banyak orang yang meniru gaya hidup
para pemain sepak bola, kaum selebritis, paranormal dan tokoh-tokoh maksiat
pada umumnya.
Bahkan pada
sebagian masyarakat kita, telah terjadi pengkultusan terhadap sosok yang
dianggap sebagai tokoh atau idola tanpa menyelidiki terlebih dahulu sisi akidah
dan akhlaknya. Tokoh idola ini diikuti perkataannya, ditiru perbuatannya tanpa
ditimbang berdasarkan agama. Bahkan justru sebaliknya, perkataan dan
perbuatannya dijadikan acuan kebenaran dalam beragama.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas tersusunlah rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana
sabda Rasulullah dan Hadist yang erat kaitannya dalam memilih idola?
2.
Mengapa
Rasul mengingatkan dalam Hadist tersebut?
3.
Bagaimana
cara memilih idola yang baik demi mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat?
C.
Tujuan Makalah
1. Mengetahui sabda Rasulullah atau Hadist yang erat kaitannya dalam
memilih idola
2.
Mengetahui
apa alasan Rasul mengingatkan dalam Hadist tersebut
3. Mengetahui cara memilih idola yang baik demi
mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.
BAB II
PEMBAHASAN
Hukum
mengidolakan seseorang tergantung dari sebab kenapa ia mengidolakan orang
tersebut? Apabila sebabnya haram maka hukumnya haram, apabila sebabnya halal
maka hukumnya halal, demikian pula apabila sebabnya kufur maka ia dihukumi
kafir. Mengidolakan
seorang kafir karena permainan sepakbola yang menawan maka hukumnya halal,
mengidolakan seorang muslim karena kemaksiatan yang dilakukan maka hukumnya
maksiat. Mencintai seorang kafir karena setuju dengan kekafirannya maka ia
kafir. Dalam keadaan dipaksa, seseorang yang mengucapkan kata-kata kekafiran
akan tetapi hatinya tetap beriman tidak dihukumi kafir Allah Berfirman:
“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat
kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang
dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya
untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (
An Nahl : 106)
A.
Hadits 1 dan Penjelasan
1. Hadits:
عَنْ أَبِي وَائِلٍ, عَنْ عَبْدِ اللّهِ (بْنِ
مَسْعُوْدٍ) قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَىَ رَسُولِ اللّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللّهِ, كَيْفَ تَرَىَ فِي رَجُلٍ أَحَبّ قَوْماً
وَلَمّا يَلْحَقْ بِهِمْ؟ قَالَ رَسُولُ اللّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ:
«الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبّ». رواه مسلم
Dari Abu
Wa’il dari ‘Abdullah bin Mas’ud, dia berkata : “Seseorang laki-laki datang
kepada Rasulullah SAW sembari berkata : ‘Wahai Rasulallah apa pendapatmu terhadap
laki-laki yang mencintai suatu kaum padahal dia belum pernah (sama sekali)
berjumpa dengan mereka?’ Rasulallah bersabda : “Seseorang itu adalah bersama
orang yang dia cintai.” (Riwayat Muslim)
Hadits ini diriwayatkan juga
oleh Imam Bukhâry, at-Turmuzy, an-Nasaiy, Abu Daud, Ahmad dan ad-Darimy.
2. Penjelasan
Di dalam
riwayat yang lain, disebutkan dengan lafazh “Engkau bersama orang yang engkau
cintai”. Demikian pula dengan hadits yang maknanya: “Ikatan Islam yang paling
kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah”.
Anas bin
Malik mengomentarinya: “Setelah keislaman kami, tidak ada lagi hal yang membuat
kami lebih gembira daripada ucapan Rasulullah: ‘engkau bersama orang yang
engkau cintai’ ”. Lalu Anas melanjutkan: “Kalau begitu, aku mencintai Allah dan
Rasul-Nya, Abu Bakar serta ‘Umar. Aku berharap kelak dikumpulkan oleh Allah
bersama mereka meskipun aku belum berbuat seperti yang telah mereka perbuat”.
Imam
an-Nawawy, setelah menyebutkan beberapa hadits terkait dengan hadits diatas,
menyatakan: “Hadits ini mengandung keutamaan mencintai Allah dan Rasul-Nya,
orang-orang yang shalih, orang-orang yang suka berbuat kebajikan baik yang
masih hidup atau yang telah mati. Dan diantara keutamaan mencintai Allah dan
Rasul-Nya adalah menjalankan perintah dan menjauhi larangan keduanya serta
berakhlaq dengan akhlaq islami. Di dalam mencintai orang-orang yang shalih
tidak mesti mengerjakan apa saja yang dikerjakannya sebab bila demikian halnya
maka berarti dia adalah termasuk kalangan mereka atau seperti mereka.
Pengertian ini dapat diambil dari hadits setelah ini, yakni (ucapan seseorang
yang bertanya tentang pendapat beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengenai)
seseorang yang mencintai suatu kaum sementara dia tidak pernah sama sekali
bertemu dengan mereka (seperti yang tersebut di dalam hadits diatas).
Syaikhul
Islam, Ibnu Taimiyyah mengaitkan makna cinta tersebut selama seseorang itu
mencintai Allah dan Rasul-Nya sebab orang yang mencintai Allah, maka dia pasti
mencintai para Nabi-Nya karena Dia Ta’ala mencintai mereka dan mencintai setiap
orang yang meninggal di atas iman dan taqwa. Maka mereka itulah Awliyâ Allah
(para wali Allah) yang Allah cintai seperti mereka yang dipersaksikan oleh Nabi
shallallâhu ‘alaihi wa sallam masuk surga, demikian pula dengan Ahli Badar dan
Bai’ah ar-Ridlwan. Jadi, siapa saja yang telah dipersaksikan oleh Rasulullah
masuk surga, maka kita bersaksi untuknya dengan hal ini sedangkan orang yang
tidak beliau persaksikan demikian, maka terjadi perbedaan pendapat di kalangan
para ulama; sebagian ulama mengatakan: ‘tidak boleh dipersaksikan bahwa dia
masuk surga dan kita juga tidak bersaksi bahwa Allah mencintainya’. Sedangkan
sebagian yang lain mengatakan: ‘justeru orang yang memang dikenal keimanan dan
ketakwaannya di kalangan manusia serta kaum Muslimin telah bersepakat memuji
mereka seperti ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, al-Hasan al-Bashry, Sufyan ats-Tsaury,
Abu Hanifah, Malik, asy-Syafi’iy, Ahmad, Fudlail bin ‘Iyadl, Abu Sulaiman
ad-Darany (al-Kurkhy), ‘Abdullah bin Mubarak dan selain mereka, kita mesti
bersaksi bahwa mereka masuk surga’.
Rasulallah melalui Hadits tersebut, mengingatkan agar orang beriman
selektif dalam menjadikan seseorang sebagai idola dan teladan dalam kehidupan.
Sebab secara psikologis seseorang akan terpengaruh terhadap sesuatu yang
melakat pada sang idola, mulai dari cara dan model berpakaian, hingga
kebiasaannya dalam hidup keseharian. Jika yang diidolakan adalah orang yang
salah, maka akan berdampak pula pada kesalahan dalam menapaki kehidupan ini.
Tidak hanya berbuah keburukan di dunia, bahkan kesalahan dalam memilih idola
juga akan berbuah di akhirat. Sebab di akhirat nanti setiap orang akan bernasib
dengan orang yang dicintai ketika di dunia, sebagaimana yang disebutkan pada
hadits di atas.
B. Hadits
2 dan Penjelasannya
1. Hadits
2
Salah satu watak bawaan manusia sejak diciptakan Allah
Ta’ala adalah kecenderungan untuk selalu meniru dan mengikuti orang lain yang
dikaguminya, baik dalam kebaikan maupun keburukan. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“اختلف تناكر وما ائتلف منها ف تعارفمامجندة، جنود الأرواح”
“Ruh-ruh
manusia adalah kelompok yang selalu bersama, maka yang saling bersesuaian di
antara mereka akan saling dekat, dan yang tidak bersesuaian akan saling
berselisih”
2. Penjelasan
Hadits ini menjelaskan
mengenai sosok figure yang patut untuk diteladani. Oleh karena itulah, metode
pendidikan dengan menampilkan contoh figur untuk diteladani adalah termasuk
salah satu metode pendidikan yang sangat efektif dan bermanfaat.
C. Hadits
3 dan penjelasan
1. Hadits
3
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
memperingatkan dengan keras bahaya perbuatan ini dalam sabda beliau:
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka”
2.
Penjelasan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah – semoga Allah Ta’ala
merahmatinya – berkata, “Sesungguhnya kesamaan dalam (penampilan) lahir (antara
dua orang manusia) akan mewariskan kasih sayang, cinta dan loyalitas (antara
keduanya) dalam batin/hati, sebagaimana kecintaan dalam hati akan mewariskan
kesamaan dalam (penampilan) lahir.
Hal ini dapat dirasakan dan dibuktikan dengan
percobaan. Sampai-sampai (misalnya ada) dua orang yang berasal dari satu
negeri, kemudian mereka bertemu di negeri asing, maka (akan terjalin) di antara
mereka berdua kasih sayang dan cinta yang sangat mendalam, meskipun di negeri
asal mereka keduanya tidak saling mengenal atau (bahkan saling memusuhi).
D. Memilih
Idola Yang Menjadi Teladan
Sebagai seorang yang beriman kepada Allah dan hari
kemudian, tentu kita wajib memilih idola yang baik bagi keluarga kita, yang
akan memberi manfaat bagi pembinaan rohani mereka.
Dalam hal ini, idola terbaik bagi seorang muslim
adalah Nabi mereka, nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang diutus
oleh Allah Ta’ala untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, sebagaimana sabda
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia”
Dan ketika Ummul mu’minin ‘Aisyah t ditanya tentang
ahlak (tingkah laku) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau menjawab,
“Sungguh akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah al-Qur’an“
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sosok
teladan dan idola yang sempurna bagi orang-orang yang beriman kepada Allah yang
menginginkan kebaikan dan keutamaan dalam hidup mereka.
Dalam hal ini, Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu
berkata, “Barangsiapa di antara kamu yang ingin mengambil teladan, maka
hendaknya dia berteladan dengan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, karena mereka adalah orang-orang yang paling baik hatinya di umat ini,
paling dalam pemahaman (agamanya), paling jauh dari sikap berlebih-lebihan,
paling lurus petunjuknya, dan paling baik keadaannya, mereka adalah orang-orang
yang dipilih oleh Allah untuk menjadi sahabat nabi-Nya, maka kenalilah keutaman
mereka dan ikutilah jejak-jejak mereka, karena sesungguhnya mereka berada di
atas petunjuk yang lurus”
BAB III
PENUTUP
Memperoleh
keselamatan dalam kehidupan baik di dunia lebih-lebih di akhirat merupakan keinginan
setiap muslim. Oleh karena itu segala sesuatu yang dilakukan harus mengarah
pada tercapainya cita-cita keselamatan tersebut. Dan perkara yang bisa membawa
kerugiaan dan petaka, baik di dunia maupun di akhirat harus dijauhi sekuat
mungkin.
Dalam hal mengidolakan
seseorang (artis) harus diarahkan untuk
mendapatkan keselamatan baik di dunia maupun di akhirat. Tiada satu pun manusia
yang bisa memberi jaminan keselamatan dan kebahagiaan kepada orang yang
mengikutinya, selain Rasulullah saw. Jadi mencintai dan meneladani Rasulullah
merupakan jalan yang kita tempuh karena ia merupakan jalan yang dapat
mengantarkan kita meraih keselamatan dan kebahagiaan hidup. Amiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar